Sunday 20 October 2013

BUNGABUNGA MENDAPATKAN HABITATNYA DI PUISIMU


Sebelum memulainya aku membolakbaliknya. Kertas yang menahan malu saat kutelanjangi. Matamu menyukai motif petasan dari sebaris pesan singkat tadi pagi. Kengerian ketika orangorang mendaftarkan perut. Aku merasa kaya, penuh ledakan dan timbunan beton. Kesembuhan untuk sebuah perbincangan berjatuhan ketika lemari ini kita geser sedikit menghadap kiblat.

Sore menjelang waktu berbuka; perlombaan telah dimulai. Sebuah negara dilewati angin yang bersujud. Tak ada titipan dari utara. Bungabunga mendapatkan habitatnya di puisimu. Bapakku terpaksa menyembelih angka. Tak cukup kepuasan terlunasi saat terlalu banyak obat harus bekerja di musim penghujan.

Aku putari otak pipih ini dengan bensin tersisa di liang inhaler. Anakku merobekrobek uang 2000 perak di pinggir jalan. Ia menaburinya di atas senampan pizza penuh potongan hati dan sendal jepit. Kamu menyantapnya sebagai tajil. Merasakan sesuatu dari detik yang bukan apaapa, dari kamar yang lain di jalan ini.

Kami mengetukngetuk layar pembatas ini karena di sisi sana ada kita. Kita yang menelantarkan sepotong kelamin tua di ranjang kehujanan. Kami ingin melipat derita ini karena kita tak melakukan apaapa. Kita terlalu asyik menuliskan puisi tentang kekasih; kekasih kesepian, kekasih pengkhianat, kekasih telah mati, kekasih tak punya hati. Kami ingin membakar semua itu, lalu menelannya bersama darah yang mendatangi bejana setiap bulan.

Kami dan aku yakin bisa menyudahi semua ini.

Selatan Jakarta, 14102013

No comments:

Post a Comment