Saturday, 22 December 2012

Harus bagaimana?



Banyak persoalan bermain di minda, bersarang di jiwa bermukim di dada. Berseloka pula di benak tua dan berselingkuh di mayapada.

Harus bagaimana? Ingin aku mulakan sebuah cerita, cerita resahku yang membungkam rasa.

Ahh! Biarlah tanpa mukadimahnya, harus aku ceritakan sebuah pujangga.

Nah! Kaulihatlah di sana di tanah lapang sana, bukalah matamu dan bukalah telinga. 

Kaulihatlah sang cengkering menggeselkan kakinya persis pemain biola dengan biolanya. Kaudengarkan pula sang kodok membetulkan tona suaranya, agar sedap halwa telinga bisa menawan hati pasangannya. Juga, kaulihatlah si kelip-kelip yang geliga, cahaya semulajadinya cuba disorok disembunyikannya.

Jadi persoalannya! Haruskah aku atau lebih tepatnya salahkah aku? Seandainya aku diminati para wanita bagai sang cengkerik dan alunan biolanya, digilai semua akan kemerduan simfoni gelita.

Salah jugakah aku? Seandainya aku dipuja dan dicinta para wanita bagaikan sang kodok bersuara garau namun memikat sukma.

Atau haruskah aku, haruskah aku menyepikan diri sombong di muka. Riak di dada seumpama si kelip-kelip menyembunyikan cahaya, tidak mahu dikongsikannya. Biar gelap di muka gelap pula di mata semua.

Jadinya harus bagaimana? Harus bagaimana jalan termulia tanpa ada yang bermerah mata. Situasinya menang-menang sesama kita.

Aduh! Bingung aku. Bingung aku, gara-gara dipuja dan digilai para wanita.

Harus bagaimana ya?.

ss/spl/pm ... 22/12/2012.


No comments:

Post a Comment